“kita usahakan rumah itu,” – sal priadi
lagu di dalam playlist what id play on my wedding, lagu yang barangkali tidak akan dapat dimainkan pun.
mungkin rumah yang dimaksudkan adalah bukan dalam bentuk sekujur tubuh dan pelukan, bahkan mungkin juga bukan dalam bentuk sebuah konkrit. mungkin ia hanyalah impian yang aku tidak mampu realisasikan untuk diri sendiri, albeit it being my only dream in life. masih jadi tanya tanya, if i'm just taking my time, atau i should just stop dreaming. whatever it is, i'm learning to make peace with it. biar lah kalau tak dapat dicapai pun, mungkin Tuhan rasa aku tak layak.
mungkin rumah yang aku impikan bukan lah dalam bentuk sebuah tawa dan gurauan, mungkin juga bukan dalam bentuk sebuah kenyamanan. nothing changes, im still homeless even after a year. getting told to “quit it” when you’re just being playful- again and again, does something to you & your feelings. inner child yang tidak dirayakan. i want to be celebrated, i want to be shown off, i want to be talked fondly about. tapi mungkin aku yang tak bertoleransi, jadi untuk aku harapkan benda ni, it's kinda stupid right?
it's okay if home takes time. it's okay if ill never get to make a home out of anyone anymore. it's okay if i'll never get to reside in one. and perhaps, like all things we long for, home isn’t something to be had, it’s something that quietly escapes us, even as we chase it.
No comments:
Post a Comment